Search

Infrastruktur Jokowi di Antara Utang BUMN dan Baja China

Infrastruktur Jokowi di Antara Utang BUMN dan Baja China

Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan kebijakan penting Senin (17/11/2014) lalu. Belum genap sebulan dilantik, ia memutuskan menaikkan harga BBM

Berbaju putih yang menjadi kebesarannya, Jokowi yang saat itu didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla dan sejumlah menteri Kabinet Kerja mencoba memberi pengertian ke masyarakat; keputusan sulit itu diambil karena negara butuh anggaran besar untuk membangun. 

Di tengah kebutuhan besar tersebut, anggaran negara saat itu malah banyak dibakar untuk subsidi BBM. 

"Selama ini, negara butuh anggaran untuk membangun infrastruktur, pendidikan dan kesehatan. Namun, anggaran tidak tersedia karena banyak dihamburkan untuk subsidi BBM," katanya saat itu.

Tak lama setelah menaikkan harga BBM, Jokowi memenuhi janjinya. Ia menaikkan anggaran di sektor produktif. Di bidang infrastruktur,  dalam APBN Perubahan 2015, ia mengalokasikan dana sampai Rp290,3 triliun untuk mempercepat pembangunan. Anggaran tersebut meningkat Rp100 triliun jika dibandingkan yang diwariskan pendahulunya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Tak hanya di 2015, peningkatan anggaran juga dilakukan Jokowi pada lima tahun pemerintahannya. 

Jokowi, Kenaikan BBM, Infrastruktur dan 'Lara' Krakatau Steel(CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi)

Kebijakan radikal Jokowi berbuah manis. Peningkatan anggaran yang dilakukannya membuat pembangunan infrastruktur berjalan seperti 'Bandung Bondowoso membuat Candi Prambanan'.

Satu-satu proyek infrastruktur yang di era pemerintahannya berjalan lamban dan bahkan sempat mangkrak mulai berhasil dibangun dan bahkan diselesaikan dengan cepat. Berkaitan dengan proyek tol misalnya, pembangunan dan penyelesaian masalah tersebut bisa dilihat dari pembangunan Tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu).


Sempat mangkrak sejak 1996 lalu, tol tersebut akhirnya berhasil dibangun kembali. Bahkan, tol seksi 1B yang menghubungkan Cipinang Melayu-Pangkalan Jati dan seksi 1C yang menghubungkan Pangkalan Jati-Jakasampurna sudah dioperasikan sejak 2017 lalu.

Proyek mangkrak lain yang juga berhasil dilanjutkan, Tol Bogor-Ciawi-Sukabumi. Terkatung-katung tidak jelas sejak 1997 lalu dan bergonta-ganti investor, proyek akhirnya bisa dimulai Jokowi.


Data Kementerian PUPR sampai dengan Oktober panjang tol terbangun mencapai 985 kilometer.  Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian PUPR Danang Parikesit mengakui pencapaian pembangunan tol tersebut belum mencapai target optimis pemerintah yang selama lima tahun berharap bisa membangun dan mengoperasikan tol sepanjang 1.852 kilometer.

Tak hanya tol, proyek lain juga berhasil diselesaikan di lima tahun pertama pemerintahan Jokowi. Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kemenko Bidang Perekonomian Wahyu Utomo mengatakan terdapat 81 Proyek Strategis Nasional (PSN) yang berhasil diselesaikan pemerintahan Jokowi selama 2016 hingga September 2019.

Total nilai investasi proyek tersebut Rp390 triliun. Proyek tersebut antara lain, Kawasan Ekonomi Khusus Maloy Batuta Trans Provinsi Kalimantan, Pembangunan Smelter Buli.

Di sektor kelistrikan, Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Ketenagalistrikan ESDM Jisman P Huta pemerintah per Agustus 2019 kemarin juga sudah mengoperasikan secara komersial pembangkit listrik dengan kapasitas 3.792 MW. Memang, operasi tersebut baru mencapai 11 persen dari Program 35 Ribu Megawatt yang dicanangkan Presiden Jokowi.

Sementara, pembangkit listrik sisanya saat ini sedang dalam tahap konstruksi sebesar 22.739 MW, tahap kontrak dan belum konstruksi sebesar 6.923 MW, tahap pengadaan 1.279 MW, dan tahap perencanaan 734 MW. "Pembangunan pembangkit program 35 ribu MW diperkirakan selesai pada 2028," ungkap Jisman.

Jisman mengatakan penyelesaian yang meleset dari target tersebut karena pengembang membutuhkan waktu memperoleh pendanaan.

Walau masih mengalami kendala toh pembangunan infrastruktur yang dilakukan Jokowi mulai memberikan manfaat. Salah satunya bagi PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. Kepala Departemen Komunikasi Perusahaan Semen Indonesia Sigit Wahono mengatakan pembangunan infrastruktur telah mengerek permintaan semen.

"Dari total penjualan 2014 sebesar 26,4 juta ton menjadi 30,6 juta ton pada akhir 2018," ujar Sigit.

Peningkatan permintaan tersebut turut mendorong pendapatan Semen Indonesia. Pendapatan perusahaan yang pada 2014 sebesar Rp26,98 triliun, meningkat menjadi Rp30,68 triliun pada 2018.

Impor China

Sayang, gula manis pembangunan infrastruktur yang didapat Semen Indonesia tersebut tak dialami Krakatau Steel. Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Silmy Karim mengakui pembangunan infrastruktur mengerek permintaan baja.

"Khusus untuk infrastruktur terlihat sangat nyata pertumbuhannya selama masa pemerintahan Jokowi yang mana telah secara langsung meningkatkan permintaan terhadap baja," ucap Silmy.

Namun kenaikan permintaan baja tersebut tak cukup ampuh mengerek kinerja keuangan perusahaan. Di tengah peningkatan permintaan, Krakatau Steel justru merugi sejak 2014 hingga semester I 2019.

Sebagai gambaran kinerjanya yang terakhir, Krakatau Steel merugi US$137,63 juta pada semester I 2019. Kerugian meningkat dibandingkan semester I 2018 yang US$15,69 juta.

Manajemen kinerja keuangan yang buruk disebabkan oleh banjir impor China. Impor tersebut mempengaruhi penjualan segmen flat product yang diproduksi oleh perusahaan.

Pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh Jokowi selama pemerintahannya pun telah menimbulkan sejumlah masalah. Salah satunya pada BUMN.

Bank Dunia dalam laporan bertajuk 'Infrastructure Sector Assesment Program' edisi Juni 2018 mengatakan pembangunan infrastruktur yang dilakukan Jokowi telah meningkatkan utang BUMN. Untuk PT Waskita Karya (Persero) Tbk misalnya, Bank Dunia mencatat utang BUMN tersebut pada September 2017 lalu melonjak dua kali lipat dari periode tahun sebelumnya menjadi Rp65,7 triliun.

Peningkatan utang terjadi untuk membeli banyak konsesi tol yang dibangun pemerintah. "Utang tujuh BUMN terkait infrastruktur yang tercatat di bursa mencapai sekitar Rp200 triliun pada September 2017, tiga kali lipat dari tahun lalu," katanya.

Tak hanya bagi BUMN, pembangunan infrastruktur juga menimbulkan kesenjangan bagi pihak swasta. Swasta yang pada awalnya berharap bisa mendapatkan 'daging' dari percepatan pembangunan infrastruktur yang dilakukan Jokowi harus gigit jari.

Pasalnya kata Wakil Ketua Umum Bidang Konstruksi Kadin Erwin Aksa, pemerintah terlalu menganakemaskan BUMN dalam pembangunan proyek infrastruktur.

Padahal, Jokowi selalu menekankan agar dalam pembangunan infrstruktur, peran swasta di maksimalkan.Dari total kebutuhan dana sebesar Rp5.000 triliun untuk lima tahun, swasta diharapkan bisa memberikan kontribusi sampai Rp1.725 triliun.

"Tapi, proyek yang menarik diambil BUMN dan yang tidak menarik diberikan ke swasta. Jadi kalau mau swasta jangan diberikan tulangnya saja, kasih juga dagingnya," katanya beberapa waktu lalu.


Sementara dari sisi ekonomi, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Yusuf Rendy Manilet mengatakan pembangunan proyek infrastruktur belum memberikan pengaruh banyak. Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos, dan Logistik Indonesia (Asperindo) Mohamad Feriadi menuturkan manfaat yang minim tersebut terjadi karena infrastruktur yang dibangun sampai saat ini masih terlalu fokus pada pembangunan jalan.

"Indonesia ini kan negara kepulauan, jadi bukan hanya butuh jalan yang menghubungkan satu provinsi ke provinsi lain. Tapi bandara dan pelabuhan juga harus banyak dibangun," kata Feriadi.

Alhasil, masyarakat yang tinggal jauh dari pusat kota harus membayar lebih mahal untuk membeli suatu barang.

"Yang menanggung kan masyarakat juga, kalau biaya logistik turun otomatis harga jual ke konsumen bisa lebih baik dan konsumen tidak terbebani harga tinggi," jelasnya.

[Gambas:Video CNN] (agt)

Halaman Selanjutnya >>>>




Bagikan Berita Ini

0 Response to "Infrastruktur Jokowi di Antara Utang BUMN dan Baja China"

Post a Comment

Powered by Blogger.