Search

Bank Dunia Nilai Indonesia Tak Bisa Ekspor Mobil Listrik

Bank Dunia Nilai Indonesia Tak Bisa Ekspor Mobil Listrik

Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Dunia melalui dokumennya yang tertanda September 2019, 'Global Economic Risk and Implications for Indonesia', menyimpulkan bahwa Indonesia tidak bisa mengekspor mobil listrik sebab bukan bagian rantai pasokan otomotif global.

Dicontohkan pada mobil listrik Tesla Model X yang populer di Amerika Serikat, tidak ada satupun komponennya berasal dari produsen komponen di Indonesia.

Materi laporan Bank Dunia berjudul 'Global Economic Risk and Implications for Indonesia'. (Dok. Bank Dunia).
Menurut Bank Dunia ada empat hal penyebab Indonesia terputus dari rantai pasokan komponen manufaktur otomotif dunia.

Pertama, impor untuk memproduksi produk ekspor dinilai mahal, terlalu lama, dan tergantung 'kebijakan non-tarif'. Bank Dunia menyoroti kebijakan pre-shipment inspections di pelabuhan pada produk impor seperti baja dan ban, rekomendasi impor dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang mengontrol barang impor, dan penyesuaian Standar Nasional Indonesia yang dikatakan sebagai verifikasi pihak ketiga.

Ekspor juga disebut akan tidak kompetitif sebab sebagian besar produk impor kena pajak impor seperti 15 persen pada ban. Bank Dunia juga menyebut Indonesia tidak memiliki banyak Sumber Daya Manusia (SDM) seperti insinyur manufaktur dan insinyur desain.

Bank Dunia menilai pemerintah Indonesia fokus pada Current Account Deficit (CAD) sedangkan solusi yang dikatakan seharusnya dilakukan mengacu pada Foreign Direct Invesment (FDI). Selain itu disinggung juga tentang kelistrikan di Indonesia yang mahal dan tidak bisa lebih diandalkan ketimbang negara tetangga.

Diskresi kebijakan dari kementerian pun dinilai menjadi masalah besar buat ekspor dari Indonesia. Diungkapkan, surat rekomendasi impor dari Kemenperin seharusnya menghabiskan waktu lima hari namun disebut bisa sampai 3-6 bulan, bahkan lebih.

Hal lain yang disinggung, Kemenperin dan Kementerian Perdagangan tidak bisa memutuskan apakah impor ban vulkanisir membutuhkan surat rekomendasi atau tidak. Hal ini diungkap bikin Bridgestone menghentikan jalur produksi ban vulkanisir di Indonesia.
Bank Dunia Nilai Indonesia Tak Bisa Ekspor Mobil ListrikMateri laporan Bank Dunia yang berjudul 'Global Economic Risk and Implications for Indonesia'. (Dok. Bank Dunia)
Introspeksi Indonesia

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bima Yudhistira mengatakan informasi yang disampaikan Bank Dunia benar. Menurut dia produsen otomotif di Indonesia, khususnya produsen komponen, belum siap masuk ke era elektrifikasi.

Bima mengatakan pemerintah latah bikin kemajuan di bidang industri, misalnya langsung lompat ke Industri 4.0 tanpa pernah menetapkan 2.0 atau 3.0. Pada industri otomotif menurut dia seharusnya pengembangan juga dilakukan bertahap, misalnya regulasi batas emisi gas buang dari Euro 2, Euro 3, Euro 4, hingga Euro 6, lantas akhirnya masuk ke elektrifikasi yang dimulai dari teknologi hybrid kemudian murni listrik.

Saat ini Indonesia sudah menetapkan Euro 4 untuk kendaraan roda empat bermesin bensin sejak 7 Oktober 2018. Kebijakan itu langsung lompat dari Euro 2 yang ditetapkan pada 2005. Sementara Euro 4 buat kendaraan roda empat bermesin diesel akan berlaku pada 7 April 2021.

Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang percepatan program Kendaraan Berbasis Listrik yang dianggap sebagai pembuka era kendaraan listrik di dalam negeri sudah terbit pada 12 Agustus. Meski begitu peraturan turunannya, yang diharapkan bisa menjelaskan lebih detail terkait teknologi hybrid dan insentif produksi, belum dikeluarkan kementerian-kementerian.

Bima menyampaikan ada kekhawatiran sebagian produsen komponen dalam negeri mati bila elektrifikasi di Indonesia berlangsung terlalu cepat. Menurut dia ribuan komponen yang selama ini diproduksi produsen lokal untuk membuat mobil konvensional tidak lagi dibutuhkan buat memproduksi mobil listrik.

"Jadi memang kalau misalkan mau pindah ke rantai pasokan global mobil listrik, dari sisi komponen itu semuanya harus melakukan revolusi total, perubahan pada pabrikan komponen mobil listrik. Nah itu memang kita enggak siap, intinya sih benar (laporan Bank Dunia)," jelas Bima saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (12/9).

Status Indonesia sebagian besar terputus dari rantai pasokan global sebenarnya sudah bisa terasa saat ini. Mobil yang paling banyak diproduksi di Indonesia adalah MPV, misalnya Toyota Avanza, Daihatsu Xenia, Suzuki Ertiga. Produk-produk ini tidak begitu diminati dunia.

Indonesia tidak bisa memenuhi permintaan jenis mobil yang paling diminati konsumen di banyak negara, yaitu sedan dan pikap medium. Jato Dynamics mencatat penjualan mobil penumpang dan komersial ringan di seluruh dunia mencapai 86 juta unit sepanjang 2018, mobil terlaris adalah pikap Ford F-Series sebanyak 1,076 juta unit dan sedan Toyota Corolla 934 ribu unit.

Menurut Bima lagi, Indonesia selama ini tidak memiliki grand design yang jelas di sektor otomotif. Kata dia lagi, inkosistensi kebijakan perencanaan yang dilakukan menyebabkan ketidakjelasan insentif fiskal dan non fiskal bagi pengusaha yang memproduksi komponen di dalam negeri untuk menjadi bagian rantai pasokan otomotif global.

"Dalam global suplai chain, apabila memang ada bahan baku belum bisa dipenuhi dari dalam negeri maka impor ya enggak apa-apa, tidak ada yang haram soal impor. Tetapi sembari memang kita perlu membangun komponen substitusi impor dalam negeri," ujar Bima.

"Tapi kondisi sekarang, dengan perubahan-perubahan tadi banyak pelaku industri otomotif yang mengeluh, karena syarat untuk impor bahan baku otomotif yang memang tidak diproduksi di Indonesia menjadi berbelit-belit, ini menjadi disinsentif juga, khususnya bagi kendaraan listrik yang ke depannya mau membuat pabrik di Indonesia," kata Bima.

"Kalau masih ada hambatan seperti itu, perizinan impor bahan baku, akhirnya membuat mereka jadi malas investasi jor-joran di Indonesia," paparnya lagi.

'Hati-hati Respons Bank Dunia'

Respons pada dokumen Bank Dunia bukan cuma mengkritisi pemerintah, namun ada juga yang menilai laporan itu menohok sebab dirilis sebulan setelah Perpres 55/2019 dirilis pemerintah. Hal itu disampaikan Arman Hakim Nasution dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) dalam artikel yang bisa dilihat di tautan berikut.

"Kita perlu hati-hati dalam merespons rilis Bank Dunia," kata Arman.

Arman bilang rekomendasi Bank Dunia yang mengatakan Indonesia seharusnya fokus pada FDI ketimbang CAD dianggap aneh dan tidak masuk akal. Mengurangi FDI dan CAD dikatakan dua sisi mata uang.

Upaya mengurangi CAD yang dilakukan pemerintah disebut contohnya sudah dilakukan Kemenperin yaitu memperjuangkan insentif super deductible tax untuk investasi di bidang research and development (R&D) dan pendidikan vokasi pada industri manufaktur.

Arman mengatakan dari sisi FDI, investasi yang masuk ke Indonesia pasti membutuhkan jaringan rantai pasokan global dari dalam dan luar negeri. Menurut dia tidak efisien bila investor mencari pasokan dari negara lain yang biaya logistiknya lebih mahal dibanding memanfaatkan produsen komponen dalam negeri yang sanggup mendukung.

Dalam artikelnya yang lain Arman mengatakan Indonesia berpeluang menjadi bagian rantai pasokan global mobil listrik bila bermain di baterai lithium. Dia menyampaikan 45 - 60 persen komponen baterai, yaitu Nikel, banyak terdapat di Indonesia.

Agar menjadikan hal itu memungkinkan menurut dia dibutuhkan pelobi-pelobi andal dan kolaborasi yang kuat dengan industri manufaktur dunia yang sudah masuk jaringan rantai pasokan global sebelumnya, seperti Jepang dan Vietnam.

Arman juga memandang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mesti melakukan inovasi dan mengubah orientasi bisnisnya agar mampu mendukung potensi bisnis besar dampak Perpres 55/2019.

"Kita harus bisa membalikkan keadaan, dari yang tidak diperhitungkan dalam jaringan Global SC (rantai pasokan global), menjadi pemain kelas menengah dalam Global Suplai Chain Mobil Listrik Internasional, setara dengan Vietnam yang bertindak jauh lebih cerdas dan taktis dalam merespons perubahan global," ujar Arman.

Bank Dunia Nilai Indonesia Tak Bisa Ekspor Mobil Listrik8 insentif yang diwacanakan Kementerian Keuangan menyambut era elektrifikasi. (Foto: CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi)
(mik)

Halaman Selanjutnya >>>>




Bagikan Berita Ini

0 Response to "Bank Dunia Nilai Indonesia Tak Bisa Ekspor Mobil Listrik"

Post a Comment

Powered by Blogger.